Thursday, January 24, 2013


Intimidasi Oknum Tagana Banten Terhadap Wartawan Terus Menuai Kritik

January 22nd, 2013  |  Published in HeadlineHukumserang
Print Friendly
Email this page
Serang, FESBUK BANTEN News (22/1) – intimidasi salah satu oknum Taruna Siaga Bencana (Tagana) Provinsi Banten Dadan Suryana terhadap salah seorang wartawan Banten Raya Fikri Hilman lantaran menulis berita tentang lambannya Tagana menghadapi banjir  terus menuai kritikan. Salah satunya dari seorang Pakar komunikasi sekaligus akademisi FISIP Untirta Serang Ikhsan Ahmad .
Menurut Ikhsan, kemampuan komunikasi yang dimiliki Dadan dinilai terlampau buruk untuk ukuran seorang pekerja sosial. Bahkan, dari sisi tata bahasa, pernyataan Dadan dalam status tersebut tidak hanya melibatkan personal saja, melainkan secara kelembagaan.
Ia juga mengatakan, sikap Dadan melontarkan kalimat yang tidak pantas terhadap kinerja seorang jurnalis mencerminkan sikap arogansi yang semestinya tidak dimiliki seorang relawan. Padahal, karya jurnalis yang telah dihasilkan merupakan pemberitaan berdasarkan fakta dan data yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Kecuali, jika dalam karya jurnalis tersebut menyebutkan kalimat-kalimat yang melanggar kode etik jurnalistik yang berlaku. “Bisa saja kalimat itu ditujukan kepada personal, akan tetapi personal yang dituju melekat pada kelembagaan. Dan tindakan ini sudah berada di luar batas kewajaran,” ungkap Ikhsan, Senin (21/1).
Tindakan Dadan, lanjut Ikhsan,  dinilai tidak proporsional dan motivasional sebagai anggota organisasi kemanusiaan yakni penanggulangan bencana. Semestinya, Dadan dapat menciptakan komunikasi yang baik dan persuasif dalam menanggapi pemberitaan yang dianggap telah menyudutkan dirinya. Oleh karena itu, Ikhsan mengimbau agar anggota Tagana Provinsi Banten dapat melakukan evaluasi terkait dengan kemampuan komunikasi dan akuntabilitas secara organisasional.
“Karena, yang kita tahu kan Tagana di Banten ini tidak hanya sekedar organisasi sosial, melainkan juga menjadi kekuatan dinasti politik yang ada di Banten. Sehingga, sikap demikian cenderung spontan ketika mengetahui ada hal-hal yang mengancam stabilitas dari kekuatan itu,” terangnya.
Pakar komunikasi lainnya Idi Dimyati juga menilai, kemampuan komunikasi yang dimiliki oknum organisasi besar sekelas Tagana tidak cukup baik. Penghinaan yang disampaikan dalam media sosial yakni blackberry messager itu ditujukan kepada profesi seorang wartawan. Sehingga, reaksi rekan se-profesi dari pihak yang dihina cukup besar karena menganggap penghinaan tersebut berlaku kepada profesi jurnalistik.
“Kita semua sepakat bahwa penghinaan yang disampaikan tidak pantas bahkan untuk orang yang tergabung dalam organisasi besar sekelas Tagana. Padahal, berdasarkan kode etik, seseorang bisa menyampaikan keberatan terhadap pemberitaan melalui regulasi pers yang ada yakni hak jawab dan koreksi,” ujar Idi.
Idi mengatakan, penghinaan yang dilontarkan oknum Tagana tersebut mungkin awalnya dimaksudkan sebagai pembelaan terhadap pemberitaan. Akan tetapi, oknum tersebut menempuh jalur dan langkah yang salah. Sehingga, pembelaan yang seharusnya dapat mengembalikan citra Tagana dimata publik, malah menjadi bola api yang justru dapat membakar bahkan mendiskreditkan organisasi Tagana dimata publik. “Dari sini jelas, kemampuan komunikasi yang dimiliki tidak begitu baik dan akibatnya berimbas buruk pada organisasi itu sendiri,” tukas Idi.(LLJ)

No comments:

Post a Comment